Masalah Stres kerja
di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati
sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisiensi di dalam pekerjaan. Stres
kerja karyawan perlu dikelola oleh seorang pimpinan perusahaan agar
potensi-potensi yang merugikan perusahaan dapat diatasi. Akibat adanya
stres kerja yaitu seseorang atau karyawan menjadi nervous, merasakan
kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses
berifikir dan kondisi fisik individu. Menurut Schuler, stres adalah
suatu kondisi dinamis dimana individu dihadapkan pada kesempatan,
hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi
tidak dapat dipastikan (Robbins, 2003:577).
Fathoni (2006 :176 ) mengatakan bahwa terdapat enam faktor penyebab stres kerja karyawan dalam suatu organisasi, antara lain beban kerja yang sulit dan berlebihan, tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan tidak wajar, waktu kerja yang terbatas dan peralatan yang kurang, konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang terlalu rendah dan adanya masalah-masalah keluarga.
Stres kerja yang dialami oleh karyawan dapat menimbulkan dampak positif, sekaligus dampak negatif bagi yang bersangkutan dan bagi organisasi atau perusahaan. Aspek positif dari stres kerja itu dapat temukan jika dilihat dari kegunaannya dan kesediaan kita dalam menggunakannya. Berdasarkan dua hal ini maka muncul penjelasan bahwa stres akan positif apabila :
- Kadarnya proporsional. Maksudnya di sini adalah tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan.
- Adanya penyikapan yang konstruktif (membangun). Penyikapan di sini adalah bagaimana karyawan meresponi tekanan-tekanan dari pekerjaan. Respon di sini biasanya terkait dengan apakah karyawan melihat tekanan itu sebagai tekanan atau sebagai tantangan (challenge). Tantangan adalah sesuatu yang mendorong karyawan untuk menjawabnya atau melangkah maju dengannya. Ini beda dengan tekanan. Tekanan adalah sesuatu yang menghimpit. Dengan melihat tekanan itu sebagai tantangan, maka secara fungsi bisa dikatakan bahwa stres di situ bersifat positif bagi perkembangan kinerja karyawan.
- Adanya proses transformasi yang di tempuh. Transformasi yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan mengubah energi potensial yang semula negatif menjadi energi aktual yang positif. Max More (2000), mengatakan, transformasi adalah sebuah proses yang dapat meningkatkan personal extropy (kapasitas untuk berkembang). Sebagai contoh katakanlah adanya karyawan yang gagal sampai menimbulkan stres. Jika kegagalan itu di terima sebagai kegagalan dan membiarkan kegagalan itu berlalu begitu saja, biasanya ini malah mendera karyawan dengan berbagai tekanan. Tetapi bila peristiwa buruk itu dijadikan karyawan sebagai materi untuk memperbaiki diri, maka hasilnya menjadi positif meskipun itu tidak langsung terasa dan terjadi. Banyak karyawan yang sanggup melakukan transformasi atas penderitaan berat yang dialaminya menjadi out-put yang menggembirakan.
Stres kerja dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang yang dialami
seseorang didalam suatu organisasi. Stres ini dapat merupakan akibat
dari lingkungan fisik, sistem dan teknik dalam organisasi, interaksi
sosial interpersonal, sruktur pekerjaan, tingkah laku sebagai anggota
dan aspek-aspek organisasi lainnya (Leila, 2002).
Baca: Pengertian Stres, Jenis, Proses dan Gejala Menurut Definisi Para Ahli
Stres terjadi pada hampir semua pekerja, baik tingkat pimpinan maupun
pelaksana. Kondisi kerja yang lingkungannya tidak baik sangat potensial
untuk menimbulkan stres bagi pekerjanya. Stres dilingkungan kerja memang
tidak dapat dihindarkan, yang dapat dilakukan adalah bagaimana
mengelola, mengatasi atau mencegah terjadinya stres tersebut, sehingga
tidak menganggu pekerjaan (Notoatmodjo, 2003).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi
pada semua kondisi pekerjaan.
Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres
kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor
lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun
hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa
berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi
sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri,
(Dwiyanti, 2001:77-79).
Menurut Handoko (2000:200-201) kondisi-kondisi yang menyebabkan stres
disebut dengan istilah stressors. Stres dapat disebabkan oleh satu
stessor, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi beberapa
stessor . Ada dua kategori penyebab stres, yaitu on- the-job dan off-
the-job. Hampir dalam set iap kondisi pekerjaan di perusahaan dapat
menyebabkan stres tergantung pada reaksi karyawan. Misalnya, seorang
karyawan akan dengan mudah menerima dan mempelajari prosedur kerja baru,
sedangkan seorang karyawan yang lain tidak atau bahkan menolaknya.
Beberapa kondisi kerja yang menyebabkan stres bagi karyawan dinyatakan
sebagai penyebab stres “on the job “ antara lain:
- Beban kerja yang berlebihan.
- Tekanan atau desakan waktu
- Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
- Wewenang yang tidak cukup untuk melaksanakan tanggung jawab
- Ambiguitas peranan (role ambiguity)
- Konflik antar pribadi dan antar kelompok
- Perbedaan antara nilai- nilai perusahaan dan karyawan
Stres kerja karyawan juga dapat disebabkan masalah – masalah yang
terjadi diluar perusahaan. Penyebab – penyebab stres “off- the-job”
antara lain :
- Kekuatiran finansial
- Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak
- Masalah-masalah fisik
- Masalah-masalah perkawinan
- Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak keluarga
Hubungan Organisasi dengan Stres Kerja Karyawan
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang
penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisiensi di
dalam pekerjaan. Perusahaan harus memperhatikan stres kerja
karyawannya, karena karyawan merupakan asset berharga bagi perusahaan
yang merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
Dalam hubungannya dengan pekerjaan, setiap individu pasti pernah
mengalami stress. Adakalanya stres yang dialami seseorang itu adalah
kecil dan hampir tak berarti, namun bagi yang lainnya dianggap sangat
mengganggu dan berlanjut dalam waktu yang relatif lama. Stres kerja
bisa menimbulkan dampak positif dan sekaligus negatif bagi individu dan
bagi organisasi atau perusahaan. Stres dikatakan positif dan merupakan
suatu peluang bila stres tersebut memotivasi para karyawan untuk
meningkatkan kinerjanya agar memperoleh hasil yang maksimal. Stres
dikatakan negatif bila stres memberikan hasil yang menurun pada
produktifitas kerja karyawan.
Upaya-upaya yang bersifat organisasional sangat erat kaitannya dengan
bidang pekerjaan yang ditekuni seorang karyawan . Oleh karena itu,
penempatan kerja sesuai dengan kemampuannya, menspesifikasi tujuan dan
antisipasi terhadap hambatan, meningkatkan komunikasi organisasi
secara efektif untuk membentuk persepsi yang sama terhadap tujuan
pekerjaan, menghindari ketidakpastian peran, penciptaan iklim kerja yang
sehat, restrukturisasi jabatan/pekerjaan, dan training/upgrading
pengembangan profesi merupakan upaya yang konstruktif untuk
meminimalkan terjadinya stres kerja.
Dampak Positif dan Negatif Stres Kerja
Pengaruh stres kerja yang memiliki dampak positif yang menguntungkan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan
dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi
bersifat psikis maupun fisik. Biasanya karyawan yang stres akan
menunjukkan perubahan perilaku. Usaha mengatasi stres dapat berupa
perilaku melawan stres (flight) atau berdiam diri (freeze). Reaksi ini
biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk
stres.
Schuller (dalam Siregar, 2006 : 23) mengidentifikasi beberapa prilaku
negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan.
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja
dapat berupa :
- Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.
- Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.
- Menurunkan tingkat produktivitas karyawan.
- Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.
Tidak selamanya stres kerja karyawan berdampak negatif bagi perusahaan
atau organisasi, dan bahkan dapat pula berdampak positif. Semua itu
tergantung pada kondisi psikologis dan sosial seorang karyawan,
sehingga reaksi terhadap setiap kondisi stres sangat berbeda. stres
kerja karyawan yang berdampak positif terhadap perusahaan, antara lain:
- Memiliki motivasi kerja yang tinggi. Stres kerja yang dialami karyawan menjadi motivator, penggerak dan pemicu kinerja di masa selanjutnya.
- Rangsangan untuk bekerja keras, dan timbulnya inspirasi untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik dan memiliki tujuan karir yang lebih panjang,
- Memiliki kebutuhan berprestasi yang lebih kuat sehingga lebih mudah untuk menyimpulkan target atau tugas sebagai tantangan (challenge), bukan sebagai tekanan (stressful). Stres kerja yang dialami pun menjadi motivator, penggerak dan pemicu kinerja di masa selanjutnya.
Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada
sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan
efektif. Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang
organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami
stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan
memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk
melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau
stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja
karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi
organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan
merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir
untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan
untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan
dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Oleh karena itu organisasi
diharapkan dapat memberi pelatihan atau pengarahan lebih jelas hingga
karyawan merasa mampu untuk menangani tanggung jawab mereka. Mereka
dapat membuat lingkungan kerja yang lebih aman dan nyaman. Karyawan juga
dapat bertindak dengan inisiatif mereka untuk mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan dalam bekerja.
Mengelola Stres Kerja Karyawan
Mengatasi stres dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan
individu dan pendekatan organisasi. Pendekatan individu penting
dilakukan karena stres dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan,
produktivitas, dan penghasilan. Pendekatan organisasi karena alasan
kemanusiaan dan juga karena pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek
dariorganisasi dan efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Perbedaan penanggulangan stres antara pendekatan individu dengan
pendekatan organisasi tidak dibedakan secara tegas. Penanggulangan stres
dapat dilakukan pada tingkat individu, organisasi maupun kedua –duanya.
Berikut ini menyajikan dua pendekatan dalam menanggulangi stres.
Secara Individu
- Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka atau berwudhu bagi orang Islam, dan sebagainya.
- Melakukan relaksasi dan meditasi, Dengan relaksasi dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman bagi karyawan. Meditasi membuat karyawan tetap tenang dan bersemangat disaat melakukan pekerjaan.
- Melakukan kegiatan olah raga seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya. Dengan olah raga dapat mengurangi hormon-hormon stres dan memberi manfaat bgi kesehatan fisik maupun mental.
- Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan. Dengan membuat jadwal yang harus diprioritaskan agar dapat memperkecil peluang stres dengan mempersibuk diri sendiri.
- Dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pimpinan.Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak.
- Memahami tugas dan kewajiban sebagai karyawan, mungkin inilah yang jelas – jelas akan mengurangi stres yang dialami di tempat kerja.
- Melakukan pengelolaan waktu yang tepat. Keseimbangan dengan membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.
- Kekuatan yang bersumber dari dalam diri sendiri berupa keberanian menerima cobaan dengan berdoa,ikhlas menerima akan membantu menyelesaikan masalah, mampu mengendalikan perasaan,lebih mement ingkan kesehatan badan, selalu positive thinking dan selalu tersenyum dalam menghadapi masalah.
Secara Organisasi
- Melakukan perbaikan iklim organisasi. Sebuah strategi pengaturan dengan membuat struktur tebih terdesentralisasi dengan pembuatan keputusan partisipatif dan membuka jalur komunikasi dengan para karyawan. Perubahan struktur dan proses struktural dapat menciptakan iklim yang lebih mendukung bagi karyawan, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan dapat mencegah atau mengurangi stres kerja karyawan
- Melakukan perbaikan terhadap kondisi fisik tempat kerja,meliputi tata ruang kerja,suhu,cahaya,kualitas udara,tempat duduk yang nyaman dan keamanan dalam bekerja.
- Melakukan analisis dan kejelasan tugas. Dengan merancang desain pekerjaan dan meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan seperti variasi skill, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik yang dapat memotivasi dan memberikan pengalaman,tanggungjawab, serta pengetahuan karyawan.
- Menyediakan sarana olah raga di ruang istirahat tempat karyawan bekerja dan mengadakan pengajian rutin berupa siraman rohani bagi karyawan dan pimpinan.
- Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional, sehingga penyebab stres dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah pengertian yang jelas dari apa yang dia kerjakan.
- Memantau terus – menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stres dapat diidentifikasi dan dihilangkan secara dini.
- Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala–gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah–langkah tertentu sebelum stres itu berdampak negatif terhadap prestasi kerja karyawan
- Menyediakan jasa bantuan atau konseling bagi para karyawan apabila mereka sempat menghadapi stres.
Sumber : (Siagian, 2003: 302-303)
Menurut pendapat Keith Davis & John W. Newstrom,(dalam
Mangkunegara, 2002:157-158) yang mengemukakan bahwa "Four approaches
that of ten involve employee and management cooperation for stres
management are social support, meditation, biofeedback and personal
wellnes programs", Ada empat pendekatan terhadap stres kerja, yaitu
dukungan sosial, meditasi, biofeedback, dan program kesehatan pribadi.
a. Pola sehat
Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik yaitu dengan
kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak
menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang.
Para karyawan yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu
dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu
merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenamya tantangan dan
tekanan cukup banyak.
b. Pola harmonis
Pola harmonis adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola
waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai
hambatan. Dengan pola ini, karyawan mampu mengendalikan berbagai
kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur.
Karyawan atau
Individu tersebut selalu menghadapi tugas secara tepat, dan jika perlu
ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan
memberikan kepercayaan penuh. Dengan demikian, akan terjadi
keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan
reaksi yang diberikan.
Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.
c. Pola patologis.
Pola patologis adalah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagai
gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan
menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki
kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat
menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan
berbagai masalah-masalah yang buruk.
Untuk menghadapi stres dengan cara sehat atau harmonis, tentu banyak hal
yang dapat dikaji. Dalam menghadapi stres, dapat dilakukan dengan tiga
strategi yaitu, (a) memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stres,
(b) menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stres, dan (c)
meningkatkan daya tahan pribadi.
Dalam strategi pertama, perlu dilakukan penilaian terhadap situasi
sumber-sumber stres, mengembangkan alternatif tindakan, mengambil
tindakan yang dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih
positif, Strategi kedua, dilakukan dengan mengendalikan berbagai
reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-bentuk mekanisme
pertahanan diri. Dalam membentuk mekanisme pertahanan diri dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya menangis, menceritakan masalah
kepada orang lain, humor (melucu) , istirahat dan sebagainya.
Sedangkan dalam menghadapi reaksi emosional, adalah dengan mengendalikan
emosi secara sadar, dan mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan.
Strategi ketiga, dilakukan dengan memperkuat diri sendiri, yaitu dengan
lebih memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan ketrampilan
pribadi, berolahraga secara teratur, beribadah, pola-pola kerja yang
teratur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih
realistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar