Minggu, 31 Januari 2016

Definisi Stress

uthans  (2000),  mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh  perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda-beda.

Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisiensi di dalam pekerjaan. Stres kerja karyawan perlu dikelola oleh seorang pimpinan perusahaan agar potensi-potensi yang merugikan perusahaan dapat diatasi. Akibat adanya stres kerja yaitu seseorang atau karyawan menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik individu.  Menurut Schuler, stres adalah suatu kondisi dinamis dimana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins, 2003:577).  

Fathoni (2006 :176 ) mengatakan bahwa terdapat enam faktor penyebab stres kerja karyawan dalam suatu organisasi, antara lain beban kerja yang sulit dan berlebihan, tekanan dan sikap pimpinan  yang kurang adil dan tidak wajar, waktu  kerja yang terbatas  dan peralatan yang kurang, konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang terlalu rendah dan adanya masalah-masalah keluarga.  

Stres  kerja  yang dialami oleh karyawan  dapat menimbulkan dampak positif,  sekaligus dampak negatif  bagi yang bersangkutan dan bagi organisasi atau perusahaan. Aspek positif dari stres kerja itu dapat temukan jika dilihat dari kegunaannya dan kesediaan kita dalam menggunakannya. Berdasarkan dua  hal ini maka muncul penjelasan bahwa stres akan positif apabila :

  1. Kadarnya proporsional. Maksudnya di sini adalah tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan. 
  2. Adanya  penyikapan yang konstruktif (membangun). Penyikapan di sini adalah  bagaimana karyawan  meresponi tekanan-tekanan  dari pekerjaan. Respon di sini biasanya terkait dengan apakah karyawan  melihat tekanan itu sebagai tekanan atau sebagai tantangan (challenge). Tantangan adalah sesuatu yang  mendorong karyawan  untuk menjawabnya atau melangkah maju dengannya. Ini beda dengan tekanan. Tekanan adalah sesuatu yang menghimpit.  Dengan melihat tekanan itu sebagai tantangan, maka secara fungsi bisa dikatakan bahwa stres di situ bersifat positif bagi perkembangan kinerja karyawan.  
  3. Adanya proses transformasi yang di tempuh. Transformasi yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan mengubah energi potensial yang semula negatif menjadi energi aktual yang positif. Max More (2000),  mengatakan, transformasi adalah sebuah proses yang dapat meningkatkan personal extropy (kapasitas untuk berkembang). Sebagai contoh katakanlah adanya karyawan yang  gagal sampai menimbulkan stres. Jika kegagalan  itu di terima sebagai kegagalan dan membiarkan kegagalan itu berlalu begitu saja, biasanya ini malah mendera karyawan dengan berbagai tekanan. Tetapi  bila peristiwa buruk itu dijadikan  karyawan  sebagai materi untuk memperbaiki diri, maka hasilnya menjadi positif meskipun itu tidak langsung terasa dan terjadi. Banyak karyawan  yang sanggup melakukan transformasi atas penderitaan berat yang dialaminya menjadi out-put yang menggembirakan. 
Stres kerja dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang yang dialami seseorang didalam suatu organisasi. Stres ini dapat merupakan akibat dari lingkungan fisik, sistem dan teknik dalam organisasi, interaksi sosial interpersonal, sruktur pekerjaan, tingkah laku sebagai anggota dan aspek-aspek organisasi lainnya (Leila, 2002).

Baca: Pengertian Stres, Jenis, Proses dan Gejala Menurut Definisi Para Ahli
Stres terjadi pada hampir semua pekerja, baik tingkat pimpinan maupun pelaksana. Kondisi kerja yang lingkungannya tidak baik sangat potensial untuk menimbulkan stres bagi pekerjanya. Stres dilingkungan kerja memang tidak dapat dihindarkan, yang dapat dilakukan adalah bagaimana mengelola, mengatasi atau mencegah terjadinya stres tersebut, sehingga tidak menganggu pekerjaan (Notoatmodjo, 2003). 
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. 

Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja 

Terdapat dua  faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor  lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan  sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri, (Dwiyanti, 2001:77-79).   
Menurut Handoko (2000:200-201) kondisi-kondisi yang menyebabkan stres disebut dengan istilah stressors. Stres dapat disebabkan oleh satu  stessor,  biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi beberapa stessor . Ada dua kategori penyebab stres, yaitu on- the-job dan off- the-job. Hampir dalam set iap kondisi pekerjaan di perusahaan dapat menyebabkan stres tergantung pada reaksi karyawan. Misalnya, seorang karyawan akan dengan mudah menerima dan mempelajari prosedur kerja baru, sedangkan seorang karyawan yang lain tidak atau bahkan menolaknya. Beberapa kondisi kerja yang menyebabkan stres  bagi karyawan dinyatakan sebagai penyebab  stres “on the job “ antara lain: 
  • Beban kerja yang berlebihan. 
  • Tekanan atau desakan waktu 
  • Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai 
  • Wewenang yang tidak cukup untuk melaksanakan tanggung jawab 
  • Ambiguitas peranan (role ambiguity)  
  • Konflik antar pribadi dan antar kelompok 
  • Perbedaan antara nilai- nilai perusahaan dan karyawan 

Stres  kerja  karyawan juga dapat disebabkan masalah  –  masalah yang terjadi diluar perusahaan. Penyebab – penyebab stres “off- the-job” antara lain :  
  • Kekuatiran finansial 
  • Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak 
  • Masalah-masalah fisik 
  • Masalah-masalah perkawinan 
  • Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak keluarga   

Hubungan Organisasi dengan Stres Kerja Karyawan 

Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting  diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisiensi  di dalam pekerjaan.  Perusahaan harus memperhatikan stres kerja karyawannya, karena karyawan merupakan asset berharga bagi perusahaan yang merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan suatu organisasi.  Dalam hubungannya dengan pekerjaan, setiap individu pasti pernah mengalami stress. Adakalanya stres yang dialami seseorang itu adalah  kecil dan hampir tak berarti, namun bagi yang lainnya dianggap sangat mengganggu dan berlanjut dalam waktu yang relatif lama.  Stres kerja bisa menimbulkan dampak positif dan  sekaligus negatif bagi individu dan bagi organisasi atau perusahaan. Stres dikatakan positif dan merupakan suatu peluang bila stres tersebut  memotivasi para karyawan untuk meningkatkan kinerjanya agar memperoleh hasil yang maksimal. Stres dikatakan negatif bila stres memberikan hasil yang menurun pada produktifitas  kerja karyawan. 
Upaya-upaya yang  bersifat organisasional sangat erat kaitannya dengan  bidang pekerjaan yang ditekuni seorang karyawan . Oleh karena itu, penempatan kerja sesuai dengan kemampuannya, menspesifikasi  tujuan dan antisipasi terhadap  hambatan, meningkatkan komunikasi organisasi  secara efektif untuk  membentuk persepsi yang sama terhadap tujuan pekerjaan, menghindari ketidakpastian peran, penciptaan iklim kerja yang sehat,  restrukturisasi jabatan/pekerjaan, dan training/upgrading pengembangan profesi merupakan upaya yang konstruktif untuk  meminimalkan terjadinya stres kerja.                 

Dampak Positif dan Negatif Stres Kerja  

Pengaruh stres kerja yang memiliki dampak positif yang menguntungkan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres  dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau  berdiam diri (freeze). Reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres. 
Schuller (dalam Siregar, 2006 : 23) mengidentifikasi beberapa prilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa : 
  1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja. 
  2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.  
  3. Menurunkan tingkat produktivitas karyawan.  
  4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.  

Tidak selamanya stres kerja karyawan berdampak negatif bagi perusahaan atau organisasi, dan bahkan dapat pula berdampak positif. Semua itu tergantung pada kondisi  psikologis dan sosial seorang karyawan, sehingga reaksi terhadap setiap kondisi stres sangat berbeda.  stres kerja karyawan yang berdampak positif terhadap perusahaan, antara lain:  
  1. Memiliki motivasi kerja yang tinggi. Stres kerja yang dialami karyawan menjadi motivator, penggerak dan pemicu kinerja di masa selanjutnya. 
  2. Rangsangan untuk bekerja keras, dan timbulnya inspirasi untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik dan memiliki tujuan karir yang lebih panjang, 
  3. Memiliki kebutuhan berprestasi yang lebih kuat sehingga  lebih mudah untuk menyimpulkan target atau tugas sebagai tantangan (challenge), bukan sebagai tekanan (stressful).  Stres  kerja yang dialami pun menjadi motivator, penggerak dan pemicu kinerja di masa selanjutnya.               

Strategi Manajemen Stres Kerja 

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh  dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres  ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Oleh karena itu organisasi diharapkan dapat memberi pelatihan atau pengarahan lebih jelas hingga karyawan merasa mampu untuk menangani tanggung jawab mereka. Mereka dapat membuat lingkungan kerja yang lebih aman dan nyaman. Karyawan juga dapat bertindak dengan inisiatif mereka untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam bekerja.  

Mengelola Stres Kerja Karyawan  

Mengatasi stres dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi. Pendekatan individu penting dilakukan karena stres dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas, dan penghasilan. Pendekatan organisasi karena alasan kemanusiaan dan juga karena pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dariorganisasi dan efektivitas organisasi secara keseluruhan.  
Perbedaan penanggulangan stres antara pendekatan individu dengan pendekatan organisasi tidak dibedakan secara tegas. Penanggulangan stres dapat dilakukan pada tingkat individu, organisasi maupun kedua –duanya. Berikut ini menyajikan dua pendekatan dalam menanggulangi stres. 
Secara Individu 
  • Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka atau berwudhu bagi orang Islam, dan sebagainya.  
  • Melakukan relaksasi dan meditasi, Dengan relaksasi dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman bagi karyawan. Meditasi membuat karyawan tetap tenang dan bersemangat disaat melakukan pekerjaan. 
  • Melakukan kegiatan olah raga  seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya. Dengan olah raga dapat mengurangi hormon-hormon stres dan memberi manfaat bgi kesehatan fisik maupun mental. 
  • Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan. Dengan membuat jadwal yang harus diprioritaskan agar dapat memperkecil  peluang stres dengan mempersibuk diri sendiri. 
  • Dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pimpinan.Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak. 
  • Memahami tugas dan kewajiban sebagai karyawan, mungkin inilah yang jelas  –  jelas akan mengurangi stres yang dialami di tempat kerja. 
  • Melakukan pengelolaan waktu yang tepat. Keseimbangan dengan membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.  
  • Kekuatan yang bersumber dari dalam diri sendiri berupa keberanian menerima cobaan dengan berdoa,ikhlas menerima akan membantu menyelesaikan masalah, mampu mengendalikan perasaan,lebih mement ingkan kesehatan badan, selalu positive thinking dan selalu tersenyum dalam menghadapi masalah. 

Secara Organisasi 
  • Melakukan perbaikan iklim organisasi. Sebuah strategi pengaturan dengan membuat struktur tebih terdesentralisasi dengan pembuatan keputusan partisipatif dan membuka jalur komunikasi dengan para  karyawan. Perubahan struktur dan proses struktural dapat menciptakan iklim yang lebih mendukung bagi karyawan, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan dapat mencegah atau mengurangi stres kerja karyawan 
  • Melakukan perbaikan terhadap kondisi fisik tempat kerja,meliputi tata ruang kerja,suhu,cahaya,kualitas udara,tempat duduk yang nyaman dan keamanan dalam bekerja.  
  • Melakukan analisis dan kejelasan tugas. Dengan merancang desain pekerjaan dan meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan  seperti variasi skill, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik yang dapat memotivasi dan memberikan  pengalaman,tanggungjawab, serta pengetahuan karyawan. 
  • Menyediakan sarana olah raga di ruang istirahat tempat karyawan bekerja dan mengadakan pengajian rutin berupa siraman rohani bagi karyawan dan pimpinan.  
  • Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional, sehingga penyebab stres  dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah pengertian yang jelas dari apa yang dia kerjakan. 
  • Memantau terus  –  menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stres dapat diidentifikasi dan dihilangkan secara dini. 
  • Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka  peka terhadap timbulnya gejala–gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah–langkah tertentu sebelum stres itu berdampak negatif terhadap prestasi kerja karyawan 
  • Menyediakan jasa bantuan atau konseling bagi para karyawan apabila mereka sempat menghadapi stres. 

Sumber : (Siagian, 2003: 302-303)
Menurut pendapat Keith  Davis & John W. Newstrom,(dalam Mangkunegara, 2002:157-158) yang  mengemukakan bahwa  "Four approaches that of ten involve employee and management cooperation for stres management are social support, meditation, biofeedback and personal wellnes programs", Ada empat pendekatan terhadap stres kerja, yaitu dukungan sosial, meditasi, biofeedback, dan program kesehatan pribadi.  
a.  Pola sehat 
Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik yaitu dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Para karyawan yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenamya tantangan dan tekanan cukup banyak. 
b. Pola harmonis 
Pola harmonis adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini, karyawan mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan  tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Karyawan atau 
Individu tersebut selalu  menghadapi tugas secara tepat, dan jika  perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang  lain dengan memberikan kepercayaan penuh. Dengan  demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang  diterima dengan reaksi yang diberikan. 
Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan. 
c. Pola patologis. 
Pola patologis adalah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagai gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara  ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi  yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk. 
Untuk menghadapi stres dengan cara sehat atau harmonis, tentu banyak hal  yang dapat dikaji. Dalam menghadapi stres, dapat dilakukan dengan tiga strategi  yaitu, (a) memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stres, (b) menetralkan  dampak yang ditimbulkan oleh stres, dan (c) meningkatkan daya tahan pribadi. 
Dalam strategi pertama, perlu dilakukan penilaian terhadap situasi sumber-sumber  stres, mengembangkan  alternatif tindakan, mengambil tindakan yang  dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih positif,    Strategi kedua, dilakukan dengan mengendalikan  berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-bentuk mekanisme  pertahanan diri. Dalam membentuk mekanisme pertahanan diri dapat dilakukan  dengan berbagai cara. Misalnya menangis, menceritakan masalah kepada orang  lain, humor (melucu) , istirahat dan sebagainya. Sedangkan dalam menghadapi reaksi emosional, adalah dengan mengendalikan  emosi secara sadar, dan  mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan. Strategi ketiga, dilakukan dengan memperkuat diri sendiri, yaitu dengan lebih memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan ketrampilan pribadi, berolahraga secara teratur, beribadah,  pola-pola  kerja yang teratur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang  lebih realistik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar